Muwalah adalah membasuh anggota (wudhu) secara berkesinambungan, sehingga anggota (wudhu) yang pertama tidak sampai kering (dari bekas air wudhu) sebelum membasuh anggota (wudhu) selanjutnya. (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah 43/355), (Asy-Syarh Al-Mumti’ 1/192)
Ibnu Utsaimin Rahimahullah pernah ditanya :
وسُئل: (إذا اشتغَلَ الإنسانُ بإزالةِ (بُويَة) من يديه عند الوضوءِ؛ فهل تنقطِعُ الموالاةُ ويلزَمُه إعادةُ الوضوء أو لا؟ فأجاب: لا تنقطِعُ الموالاةُ بذلك ولا يضرُّه؛ لأنَّ هذا الأمرَ يتعلَّق بطَهارَتِه). ((مجموع فتاوى ورسائل ابن عثيمين)) (11/146).
“Apabila seseorang disibukkan untuk menghilangkan semacam cat dari kedua tangannya, apakah dalam hal ini muwalah menjadi terputus, sehingga mengharuskannya mengulangi wudhu atau tidak ? ( Majmu’ Fatawa Warasail Ibni ‘Utsaimin, 11/146 )
Beliau menjawab: Muwalah tidak terputus dengan sebab itu dan tidak merusak wudhunya, karena hal itu masih berkaitan dengan wudhunya”.
لكنْ على الإنسانِ أن يُزيلَ ما على أعضاءِ الوُضوءِ ممَّا يمنَعُ وصولَ الماءِ إلى بَشَرَتِه قبل أن يَشرَعَ في الوضوءِ. انظر: ((مجموع فتاوى ورسائل ابن عثيمين)) (11/99).
“Namun hendaknya seseorang menghilangkan apa yang terdapat pada anggota wudhunya yang menghalangi terkenanya air ke kulitnya sebelum dia memulai wudhu ” ( Majmu’ Fatawa Warasail Ibni ‘Utsaimin, 11/99 )
***
Penulis : Ustadz Achmad Wildan Suyuti, M.Pd.I
( Mudir Ma’had Aly Makkah Boyolali )