Berkata Syekh Ibnul Utsaimin Rahimahullah :
الماءُ النَّجِسُ: هو ما تغيَّر بنجاسةٍ، بحيث يتغيَّرُ بها طَعمُه، أو لَونُه، أو رِيحُه ((الشرح الممتع)) لابن عثيمين 1/54.
Air najis adalah air mutlaq (thahur) yang berubah karena sebab tercampur najis, sehingga merubah rasa, warna dan baunya karenanya (sebab najis tersebut). ( asy syarhul mumti’ 1/54 )
Air najis tidak bisa digunakan untuk bersuci berdasarkan kesepakatan para ulama’. Berkata Ibnu Mundzir Rahimahullah:
(أجمَعَ أهلُ الِعلمِ على أنَّ الماءَ القَليلَ أو الكثيرَ إذا وقعت فيه نجاسةٌ، فغيَّرَتْ النجاسةُ الماءَ طعمًا، أو لونًا، أو ريحًا: أنَّه نجِسٌ ما دام كذلك، ولا يُجزي الوضوءُ والاغتسالُ به) ((الأوسط)) (1/368
“para ahli ilmu telah ber-ijma’ bahwa sesungguhnya air yang sedikit atau banyak, apabila terjatuh di dalamnya najis sehingga menjadi berubah rasa, warna, atau bau dari air tersebut, maka air tersebut menjadi najis selama statusnya seperti itu, tidak sah berwudhu dan mandi dengannya) (al Ausath 1/368)
Berkata pula Ibnu Najim Rahimahullah;
قال ابن نجيم: (اعلم أنَّ العلماءَ أجمعوا على أنَّ الماء إذا تغيَّرَ أحد أوصافِه بالنَّجاسة لا تجوزُ الطهارة به؛ قليلًا كان أو كثيرًا، جاريًا كان أو غير جارٍ، هكذا نقل الإجماع في كتبنا) ((البحر الرائق)) 1/78
“ketahuilah sesungguhnya para ulama’ telah berijma’ bahwa sesungguhnya air apabila telah berubah salah satu dari sifatnya karena sebab najis, maka tidak boleh digunakan untuk bersuci, baik air tersebut sedikit atau banyak, mengalir atu tidak, beginilah nukilan ijma’ dalam kitab-kitab kami) (al bahrur raiq : 1/78)
***
Ustadz Achmad Wildan Suyuti, M.Pd.I
( Mudir Ma’had Aly Makkah Boyolali )
