Sabtu, Mei 18, 2024

Apa Hukum Membatalkan Shalat Sunnah Tanpa Alasan Syar’i?

Pertanyaan :

Apa Hukum Membatalkan Shalat Sunnah Tanpa Alasan Syar’i?

Jawaban :

Bismillah walhamdulillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah.

Secara asal dari suatu amalan ibadah adalah tidak boleh dihentikan di tengah-tengah; karena Allah telah melarang untuk membatalkan amal selain hal itu termasuk bermain-main dan juga merusak kehormatan ibadah.

Allah Ta’ala berfirman:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَلَا تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُمْ :  محمد/33

“Hai orang-orang yang beriman, ta`atlah kepada Allah dan ta`atlah kepada rasul dan janganlah kalian merusakkan (pahala) amal-amalmu”. ( QS. Muhammad: 33 )

Syeikh Abdurrahman as Sa’di rahimahullah berkata:

“ Firman Allah: وَلَا تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُمْ mencakup larangan untuk membatalkannya setelah mengamalkannya dengan sesuatu yang akan merusaknya, karena disebut-sebut dan ta’jub dengannya, bangga dan sum’ah, dan barang siapa yang mengerjakan maksiat yang karenanya amalan akan berguguran dan pahalanya akan hancur, dan mencakup larangan untuk merusaknya pada saat dikerjakan dengan menghentikannya, atau melakukan hal yang akan merusaknya.

Maka hal-hal yang membatalkan shalat, puasa, haji dan lain sebagainya, semuanya masuk dalam kategori ini, dan dilarang, para ahli fikih berdalil dengan ayat ini bahwa haram hukumnya menghentikan ibadah fardhu”. (Tafsir as Sa’di: 789)

Hal ini disepakati oleh para fuqaha/ jika berkaitan dengan ibadah fardhu, khususnya shalat fardhu, kecuali jika terjadi kebutuhan darurat atau mendesak yang tidak mungkin dihindari maka hal itu diperbolehkan, seperti menghentikan shalat untuk membunuh ular yang mengancamnya, atau karena menyelamatkan harta yang ia miliki atau milik orang lain, atau untuk menolong orang pingsan atau meninggal di sampingnya, mengingatkan orang yang lalai atau orang tidur yang menjadi incaran ular yang tidak mungkin mengingatkannya dengan membaca tasbih, atau membatalkan puasa untuk menolong orang yang tenggelam”.

Adapun berkenaan dengan ibadah sunnah, khususnya shalat sunnah, maka dalam perkara ini lebih longgar, dalam artian dia boleh membatalkan shalatnya selama ada alasan atau udzur syar’i meskipun belum mencapai tingkat darurat atau mendesak.

Ummu Hani’ radhiyallahu ‘anha berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya sedang berpuasa.”. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda,

الصَّائِمُ الْمُتَطَوِّعُ أَمِينُ نَفْسِهِ إِنْ شَاءَ صَامَ وَإِنْ شَاءَ أَفْطَرَ

“Orang yang berpuasa sunnah lebih berhak atas dirinya. Jika dia mau, dia bisa menyempurnakan (menyelesaikan) puasanya. Dan jika dia mau, dia boleh membatalkan puasanya.” (HR. Tirmidzi no. 732 dan Ahmad no. 26370, dinilai shahih oleh Al-Albani)

Hal ini juga menjadi perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata, “Pada suatu hari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadaku, “Wahai ‘Aisyah, apakah kamu mempunyai makanan?” ‘. ‘Aisyah menjawab, “Tidak, wahai Rasulullah.”. Beliau bersabda,

فَإِنِّي صَائِمٌ

“Kalau begitu, aku akan berpuasa.”

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun keluar. Tidak lama kemudian, saya diberi hadiah berupa makanan -atau dengan redaksi: seorang tamu mengunjungi kami-.‘Aisyah berkata, “Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali, saya pun berkata, “Ya Rasulullah, tadi ada orang datang memberi kita makanan dan aku simpan untukmu.”

Beliau bertanya, “Makanan apa itu?”. Saya menjawab, “Roti khais (yakni roti yang terbuat dari kurma, minyak samin, dan keju).”. Beliau bersabda, “Bawalah kemari.”. Maka roti itu pun aku sajikan untuk beliau. Lalu beliau makan, kemudian berkata,

قَدْ كُنْتُ أَصْبَحْتُ صَائِمًا

“Sungguh dari pagi tadi aku puasa.” (HR. Muslim no. 1154)

Berkata ibnu Qudamah rahimahullah:

:[سائر النوافل من الأعمال حكمُها حكمُ الصيام في أنها لا تلزمُ بالشروع ولا يجب قضاؤها إذا خرج منها إلا الحج والعمرة ] المغني 3/46.

Seluruh amalan sunnah memliki hukum seperti hukum puasa sunnah (seperti kasus di atas) yaitu tidak wajib untuk mengerjakannya dan tidak wajib pula untuk menggantiya apabila membatalkannya, kecuali ibadah haji dan umrah (al-mugni: 3/46)

Wallahu A’lam

***

Ustadz Achmad Wildan Suyuti, M.Pd.I

( Mudir Ma’had Aly Makkah Boyolali )

Achmad Wildan Suyuti, M.Pd.I
Achmad Wildan Suyuti, M.Pd.I
Ustadz Achmad Wildan Suyuti, M.Pd.I, Beliau adalah Mudir Ma'had 'Aly Makkah Boyolali. Beliau termasuk alumni Ma’had ‘Aly Imam Syafi’i (MAIS) Cilacap dan Alumni S-2, Program Pascasarjana, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Saat ini beliau sedang menyelesaikan S-3 di Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta.

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

800FansSuka
927PengikutMengikuti
10PengikutMengikuti
500PelangganBerlangganan

Latest Articles