Barangsiapa yang tidak mampu sama sekali untuk beristinja’ sendiri, maka dia harus meminta tolong orang lain untuk membantunya yaitu orang yang boleh untuk melihat auratnya (istri, suami, anak dan lainnya).
سُئِلَت اللجنةُ الدائمةُ:
هل يجوزُ أن يقومَ بتنظيفِ المريضِ ورؤية عورَتِه ممرِّضاتُ المستشفى؛ لاستحالة قيامِ ذلك بنفسه؟ فأجابت اللجنة: (يجوز اطِّلاعُ الممرِّضةِ على عَورَتِه عند الضرورة، إذا لم يتيسَّرْ رجلٌ يقوم بذلك؛ لِقَولِ الله سبحانه: فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ، فإن تيسَّر أن يقوم بذلك رجلٌ، لم يجُز أن يتولَّى ذلك الممرِّضاتُ) ((فتاوى اللجنة الدائمة- المجموعة الأولى)) (26/344).
Al Lajnah Daimah pernah ditanya: apakah boleh para perawat (perempuan) rumah sakit beraktivitas untuk membersihkan orang (laki-laki) yang sakit dan melihat aurat mereka, karena tidak mungkin mereka (orang yang sakit) melakukannya sendiri ?
Maka al Lajnah menjawab: “ boleh seorang perawat (perempuan) melihat auratnya (orang laki-laki yang sakit) tatkala darurat. Namun apabila ada dari kaum lelaki yang bisa melakukannya, maka tidak boleh hal ini diserahkan kepada perawat perempuan.” (Fatawa Al Lajnah Ad Daimah Al Majmu’atul Ula: 26/344)
Hal ini sebagaimana juga di–nash-kan oleh mayoritas ulama’ dari kalangan Hanafiyyah, Malikiyyah, dan Hanabilah.
Hal itu dikarenakan qaidah dalam perkara wajib patokannya adalah kemampuan, sehingga seorang hamba hanya wajib melaksanakan kewajiban sesuai kemampuannya, adapun yang tidak dimampuinya maka kewajiban tersebut gugur baginya, karena Allah ta’ala tidak membebankan seorang hamba kecuali sesuai kemampuannya. (Hasyiyah Ath Thahthawi: 32), (Al Fatawa Al Hindiyyah : 1/50), (Hasyiayah Al ‘Adawi: 1/221), (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah: 26/187-188), (Kaysful Qana’, Al Buhuti : 1/61)
***
Ustadz Achmad Wildan Suyuti, M.Pd.I
( Mudir Ma’had Aly Makkah Boyolali )