Minggu, Mei 19, 2024

Sikap Yang Diambil Ketika Ragu Mengenai Adanya Najis

Image By. Pixabay.com

Barangsiapa yang meragukan antara suci dan najisnya suatu benda, maka hendaknya keyakinannya dibangun di atas hukum asal benda tersebut. Apabila benda tersebut hukum asalnya suci, maka kita kembalikan kepada hukum sucinya, sebaliknya apabila benda tesebut hukum asalnya najis maka kita kembalikan kepada hukum najis pada benda tersebut. Ini merupakan madzhab mayoritas ulama dari kalangan Hanafiyyah (Al Mabsuth, As-Sarkhosi :1/83) Dan (Fathul Qadir, Al Kamal Bin Al Hammam 1:82) , Syafi’iyyah (Mughni Al Muhtaj, Asy Syarbini 1/29) Dan (Al Umm, Asy Syafi’i 1/24), Dan Hanabilah (Al Furu’, Ibnu Muflih 1/93) Dan (Kasyful Qana’, Al Buhuti 1/45)

Berkata Syeikh Ibnu Utsaimin Rahmahullah:

قوله: “وإنْ شكَّ في نجاسةِ ماءٍ، أو غيرِه، أو طهارَتِه…”؛ أي: في نجاسَتِه إذا كان أصلُه طاهرًا، وفي طهارَتِه إذا كان أصلُه نَجِسًا. مثال: الشكُّ في النَّجاسةِ: لو كان عندك ماءٌ طاهرٌ لا تعلَمُ أنَّه تنجَّسَ؛ ثم وجَدْت فيه روثةً لا تدري أروثَةُ بعيرٍ، أم روثةُ حِمارٍ، والماء متغيِّرٌ من هذه الرَّوثةِ؛ فحصَل شكٌّ هل هو نَجِسٌ أم طاهِرٌ؟ فيقال: ابنِ على اليَقين، واليقينُ أنَّه طَهورٌ، فتطهَّرْ به ولا حَرَجَ. وكذا إذا حصل شكٌّ في نجاسةِ غَيرِ الماء. مثاله: رجلٌ عنده ثوبٌ فشكَّ في نجاسَتِه، فالأصلُ الطَّهارة حتى يعلم النَّجاسةَ

(1/58-59).((الشرح الممتع))

“Perkataannya (pengarang kitab): ”dan apabila ragu mengenai najis atau sucinya air atau benda lainnya…”, maksud dari “(ragu) mengenai najisnya” apabila hukum asal benda tersebut suci, dan “(ragu) mengenai sucinya” apabila hukum asal benda tersebut najis.

Contoh: ragu mengenai adanya najis tatkala kamu memiliki air yang (sebelumnya diyakini) suci, dan kamu tidak mengetahui ternyata air tersebut terkena najis, kemudian kamu dapati ada kotoran (pada air tersebut) yang tidak kamu ketahui apakah kotoran unta (yang berarti suci bagi yang berpendapat kotoran dari hewan yang halal dimakan) atau kotoran keledai (yang berarti najis karena termasuk kotoran dari hewan yang tidak boleh dimakan), dan ternyata sifat air berubah karena sebab kotoran ini, sehingga menimbulkan keraguan apakah air tesebut najis atau masih suci?. Maka dikatakan: “kembalikan pada keyakinan, yaitu kepada hukum asalnya yang berarti statusnya tetap suci, sehingga dia boleh bersuci (wudhu atau mandi) menggunakannya. Demikian pula apabila mendapati keraguan tentang najisnya benda selain air, contohnya: seorang laki-laki yang memiliki baju, kemudian dia ragu mengenai najisnya, maka (kembalikan) pada hukum asal yaitu suci sampai dia meyakini adanya najis (pada baju tersebut) (Asy Syarh Al Mumti’: 1/58-59)

Catatan: Namun apabila didapati ada air lain yang kita meyakini kesuciannya, maka yang lebih utama kita tinggalkan menggunakan air yang kita masih meragukan tentang suci atau najisnya dan beralih menggunakan air yang jelas-jelas kita meyakini kesuciannya. Begitu pula hal ini berlaku pada benda selain air. Wallahu a’lam

***

Ustadz Achmad Wildan Suyuti, M.Pd.I

( Mudir Ma’had Aly Makkah Boyolali )

Achmad Wildan Suyuti, M.Pd.I
Achmad Wildan Suyuti, M.Pd.I
Ustadz Achmad Wildan Suyuti, M.Pd.I, Beliau adalah Mudir Ma'had 'Aly Makkah Boyolali. Beliau termasuk alumni Ma’had ‘Aly Imam Syafi’i (MAIS) Cilacap dan Alumni S-2, Program Pascasarjana, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Saat ini beliau sedang menyelesaikan S-3 di Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta.

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

800FansSuka
927PengikutMengikuti
10PengikutMengikuti
500PelangganBerlangganan

Latest Articles