Diperbolehkan hukumnya mengelap bagian anggota wudhu setelah berwudhu untuk menghilangkan kesan basah dari air bekas air wudhu. Ini merupakan kesepakatan empat madzahab fiqh dari kalangan hanafiyyah (Tabyin Al-Haqaiq, Az-Zila’i 1/7), (Al-Bahr Ar-Ra’iq, Ibnu Najim 1/54), Malikiyyah (Syarh Mukhtashar Khalil, Al Khirasyi 1/140), Adz-Dzakhirah, Al-Qarrafi 1/289), Pendapat mu’tamad dalam madzhab syafi’i (Al-Majmu’, An-Naawi 1/461), (Mughni Al-Muhtaj, Asy-Syirbini 1/61), Hanabilah (Kasysyaf Al-Qana’, Al-Buhuti 1/106), (Asy-Syarh Al-Kabir, Syamsuddin Ibnu Qudamah 1/146).

Hal tersebut berdasarkan kaidah,

الأصلَ عَدمُ المنعِ ,والأصلُ فيما عدا العباداتِ مِن العقودِ والأفعالِ والأعيانِ، الحِلُّ والإباحةُ، حتى يقومَ دليلٌ على المَنعِ

Bahwa hukum asal perbuatan adalah tidak adanya larangan untuk mengerjakan (perbuatan tersebut), dan hukum asal dalam perkara selain ibadah seperti akad, perbuatan dan benda adalah halal dan mubah, sampai ada dalil yang melarangannya”

Berkata Ibnu ‘Utsaimin Rahimahullah :

قال ابن عثيمين: (تنشيفُ الأعضاءِ لا بأسَ به؛ لأنَّ الأصلَ عَدَمُ المَنعِ، والأصلُ فيما عدا العباداتِ مِن العقود والأفعال والأعيانِ، الحِلُّ والإباحة، حتى يقومَ دليلٌ على المنع. فإنْ قال قائل: كيف تُجيبُ عن حديثِ ميمونةَ رَضِيَ اللهُ عنها، حينما ذكَرَت أنَّ النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم اغتسل، قالت: فأتيتُه بالمِنديل فردَّه، فالجوابُ: أنَّ هذا الفِعلَ من النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم قضيَّةُ عَينٍ تحتمِل عدَّةَ أمور: إمَّا لأنَّه لسبَبٍ في المنديل، أو لعَدَمِ نظافته، أو يُخشى أن يَبُلَّه بالماءِ، وبَلَلُه بالماء غير مناسب، فهناك احتمالات، ولكن إتيانُها بالمنديلِ قد يكون دليلًا على أنَّ مِن عادَتِه أن ينشِّفَ أعضاءَه، وإلَّا لَمَا أتتْ به). ((مجموع فتاوى ورسائل العثيمين)) (11/153).

Mengelap anggota wudhu (setelah berwudhu) tidaklah masalah. Karena hukum asal perbuatan adalah tidak adanya larangan untuk mengerjakan (perbuatan tersebut), dan hukum asal dalam perkara selain ibadah seperti akad, perbuatan dan benda adalah halal dan mubah, sampai ada dalil yang melarangannya”. Maka apabila ada yang menyanggah: ”bagaimana menjawab bagi yang berdalil dengan hadits Maimunah Radhiyaallahu ‘Anha bahwa Nabi Shallaallahu ‘alaihi wa Sallam setelah mandi maka aku pun mendatangi beliau dengan membawa mindil (semacam handuk), maka beliau menolaknya?. Maka jawabannya: ”bahwa perbuatan Nabi shallaahu ‘alaihi wa sallam kasus yang sifatnya pribad yang mengandung beberapa kemungkinan; bisa jadi berkaitan dengan mindil tersebut karena tidak bersih misalnya, atau khawatir membasahi mindil tersebut disebabkan air, sehingga dalam kasus ini masih ada beberapa kemungkinan. Namun datangnya Maimunah dengan membawa mindil bisa jadi merupakan dalil bahwa kebiasaan Nabi Shallaahu ‘Alaihi wa Sallam mengelap anggota wudhumya dengan mindil,  jika tidak, maka tentu beliau (Maimunah Radhiyaallahu ‘Anha) tidak akan membawakannya untuk Nabi Shallaallahu ‘Alaihi wa Sallam”.  ( Majmu’ Fatawa Warasail Ibni Al-‘Utsaimin, 11/153 )

***

Penulis : Ustadz Achmad Wildan Suyuti, M.Pd.I

( Mudir Ma’had Aly Makkah Boyolali )

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini